Rabu, 31 Desember 2008

Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia

Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Tema : Puisi (kelas 5/1)
Judul : TV Puisi
Tujuan : Menbacakan Puisi dengan intonasi yang tepat.
Prosedur : Berkelompok

Bahan-bahan dan alat :

Kardus
Penggaris
Lem kertas
Doble tape
Gunting
Karton warna
Spidol
Tutup botol / krep botol

Cara Membuat :

Gunting kardus membentuk tv.
Tulis beberapa puisi di kertas warna menggunakan spidol

Gunting kertas warna yang telah dituliskan puisi sesuai dengan ukuran tv
Hiasi depan dan sisi-sisi tv dengan berbagai bentuk .
Display hasil puisi di tv

Selasa, 11 Maret 2008

GloBAlisasi

Globalisasi dan pengaruhnya terhadap nilai-nilai sosial

oleh : Dede kurnia

Globalisasi bukan hanya gejala abad ke 20 atau ke 21. proses ini sudah dimulai berabad abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi dunia oleh para pionir sepeti Marcopolo, Magellan, dan Columbus, jadi globalisasi berasal dari tranfortasi dan komunikasi. Tetapi dampaknya sangat terasa dalam bidang ekonomi dan perdagangan, yang mungkin pada awanya menjadi tujuan utama komunikasi dan tranformasi global.

Globalisasi telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan saling ketergantungan antarnegara dan antar bangsa. Negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia kini bukan hanya saling terbuka terhadap satu sama lainnya. Tetapi juga saling tergantung.

Amerika serikat dan Jepang misalnya kedua negara besar dan Negara industri maju. Keduanya memiliki investasi yang besar di seluruh dunia dan juga di kedua belah pihak. Keduanya lebih tergantung satu sama lain secara lebih simetris karena kemampuan dalam bidang finansial, sumber daya manusia, dan teknologi. Nilai mata uang dollar AS dan yen saling bersaling lebih kurang atas dasar kekuatan yang sama. Fluktuasi nilai mata uang yang satu mungkin tidak akan terlalu mempengaruhi nilai mata uang Negara lain, melainkan akan cenderung mempengaruhi nilai mata uang dan perekonomian Negara lainnya seara lebih serius, terutama nengara-negara berkembang. Misalnya krisis moneter yang diderita Negara-negara berkembang seperti Indonesia disebabkan oleh perubahan nilai dollar AS atau yen Jepang.

Di tenggah arus globalisasi yang menafikan solideritas dan memingirkan apa yang disebut Bourdieu “modal kultural” profesionalisme memang harus dikembalikan ke makna intinya[1]. Pasar bebas yang merupakan buah dari globalisasi, di mana kemenangan dalam persaingan lebih banyak ditentukan oleh seberapa kuat orang atau kelompok yang bermain di dalamnya. kadar ketahan yang rendah dari nengara-negara berkembang dan dengan tingginya pengaruh globalisasi atas Negara-negara ini dalam bentuk krisis moneter, finansial dan ekonomi tergantung bukan hanya pada kualitas sumber daya manusia, tetapi juga ada kelemahan fungsi lembaga-lembaga sosial, politik, ekonomi dan finansial seta pola dan kebiasaan budaya bangsa di Negara-negara tersebut, misalnya dalam hal etos kerja. Dalam kasus Indonesia, krisis yang berlansung telah begitu parah terutama disebabkan oleh tidak berfungsinya sistem politik secara efektif, oleh sebab itu tidak mengherankan kalau moneter telah diikuti oleh krisis politik yang berkepanjangan yang ditandai oleh gejolak sosial yang belum dapat tertangani dengan baik.

Tidak kalah pentingnya adalah kenyataan bahwa globalisasi menyebabkan arus yang begitu cepat dan tidak dapat dibendung dari banyak dan beragamnya informasi. Dan arus informasi ini tidak hanya membawa pengetahua tetapi juga berbagai nilai. Apakah nilai-nilai itu bersifat negatif atau bersifat positif, dapat diterima atau tidak dapat diterima, akan bergantung sebagian pada nilai-nilai budaya dan tradisional yang telah berlaku dan dihayati di berbagai Negara berkembang. Mungkin semakin berkembangnya kebiasaan yang mengglobal dalam hal gaya hidup seperti pola berpakaian, kebiasaan makan dan kegiatan rekreasi yang semakin seragam khususnya di kalangan kaum muda di banyak Negara seperti yang disebutkan di atas tidak banyak merugikan, kecuali yang menyangkut implikasi sosial dan ekonomi Negara-negara bersangkutan.

Secara tidak langsung sebagian dari kebiasaan baru juga dapat memiliki implikasi moral. Kebiasaan konsumtif untuk mengunjungi rumah-rumah makan fast food seperti Mc Donald’s, Kentucky Fried chicken, dan sebagainya merupakan beberapa contoh, ironisnya makanan-makanan itu di Negara-negara maju seperti AS dan Inggris sring disebut sebagai junk food (makanan sampah), tetapi di Negara-negara berkembang yang masih dilanda kemiskinan makanan-makann seperti itu hanya bisa dijanglakau oleh golongan menengah yang berduit.

Yang lebih serius implikasi dan pengaruhnya adalah arus dan semakin menyebarnya nilai-nilai tertentu seperti matrealisnme, sebagaimana yang di ungkapkan oleh B Herry Priyono “ bila anda tidak punya uang, anda tidak berhak atas air atau obat. Bila anda tidak dapat membeli anda tidak berhak mendapatkan kebutuhan yang bahkan paling mendasar untuk hidup”[2], konsumerisme, hedonisme, penggunaan kekerasan dan narkoba. Jelas dapat dapat merusak moral masyarakat dan kehidupan bangsa di Negara berkembang, terutama generasi mudanya.

Negara-negara berkembang dalam hal ini mengalami dilema. Pola atau gaya hidup baru dan berbagai nilai itu telah terbawa oleh arus globalisasi dengan arus informasi yang tidak bisa dibendung melalui kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti media massa, khususnya media eletronik seperti televise, parabola, dan internet. Dalam teori, memang Negara-negara berkembang dapat menghadang dan mencegah aruss informasi melalui peralatan modern seperti itu, namun masalahnya ekonomi Negara-negara berkembang juga semakin terintegrasikan dengan perekonomian dunia dalam bentuk investasi yang menghadirkan MNC dan badan-badan moneter dunia seperti IMF dan bank dunia.

Malasah yang diadapi Negara-negara bekembang bukanlah bagaimana melawan globalisasi, karana itu tidak mungkin dilakukan tanpa harga dan resiko yang tinggi pula. Begitu pula, kita tidak dapat bersikap a priori menolak apa saja yang datang bersama arus globalisasi, miasalnya dengan dalih itu semua adalah budaya dan nilai-nilai “ Barat” , yang serta merta dinilai sebagian “ bertentangan dengan tradisi dan nilai-nilai budaya kita. Sebagian dari nilai-nilai yang dibawanya juga bersifat positif, sehingga jika perlu kita mengubah budaya kita.

Sebab itu, kita seharusnya berusaha sebaik mungkin memanfaatkan globalisasi demi kemajuan sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsa melalui kerja sama erat dengan Negara-negara industri maju dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk jangka yang masih panjang, kiranya Negara-negara industri maju itu merupakan modal, teknologi dan pasas bagi pengembangan industri kita sendiri. Tetapi pada saat yang sama kita tetap bersikap terbuka terhadap kemungkinan masuknya pikiran dan nila-nilai baru yang positi dan menguntungkan kemajuan sosial, politik, ekonomi maupun budaya kita sendiri. Sesuai dengan kaidah “ al-muhafadzah ala qodim al-salih wa akhkdzu bil jaded al-aslah” (menjaga kesinambungan tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik)[3]


[1] Kompas, selasa 18 Desember 2007

Ø Sindunata, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan “Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, dan Globalisasi. Kanisius: 2000

[2] ibid

[3] Abdul Azis, Aceng. Dkk. Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia “Sejarah, Pemikiran dan Dinamika Nahdlatul Ulama”. Pustaka Ma’arif NU. Jakarta: 2007. h. 113

Minggu, 09 Maret 2008

RPP Que!

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP

Sekolah : Mts Negeri Parung

Mata Pelajaran : IPS

Kelas/ Semester : VIII / 2

Standar kompetensi

Memahami kegiatan ekonomi Indonesia

Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan permasalahan angkatan kerja dan tenaga kerja sebagai sumber daya dalam kegiatan ekonomi serta peranan pemerintah dalam upaya penangulanganya.

Materi Pokok

Ketenaga Kerjaan

Indikator

o Menjelaskan pengertian tenaga kerja dan kesempatan kerja

o Menidentifikasi permasalahan dasar yang berhubungan dengan tenaga kerja di Indonesia

o Mengidentifikasi dampak penganguran terhadap keamanan lingkungan

o Mengidentifikasi peranan pemerintah dalam permasalahan ketenaga kerjaan

Alokasi Waktu : 40 X 2 Menit

Metode pembelajaran :

  • Stik
  • Ceramah
  • Diskusi
  • Information seach
  • Observasi
  • Tanya jawab
  • penugasan

Pendahuluan 10 menit

Membangkitkan motivasi dan menggali pengetahuan awal siswa-siswi dengan cara menyatakan apa yang dapat kalian lakukan setelah kalian lulus dari sekolah? Mengapa? Pertanyaan ditujukan secara seimbang kepada siswa dan siswi

Kegiatan inti 60 menit

1) Guru membentuk kelompok sesuai dengan menyebutkan angka dari 1-6 kemudian diulang sampai semua siswa dan siswi menyebutkan angka tersebut, kemudian mereka berkelompok sesuai dengan angka yang telah mereka sebutkan.

2) Guru meminta siswa-siswi berdiskusi tentang apa yang dimaksud dengan tenaga kerja dan kesempatan kerja, apa saja yang menjadi permasalahan dasar dengan tenaga kerja di Indonesia, apa saja yang menjadi dampak penganguran terhadap keamanan lingkungan, bagaimana peranan pemerintah dalam permasalahan ketenaga kerjaan.

3) Guru mengamati keaktifan siswa-siswi di masing-masing kelompok.

4) Masing-masing kelompok memajang hasil kerja diskusi.

5) Masing-masing kelompok secara lisan mempresentasikan hasil diskusi dengan juru bicara siswa dan siswi sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan

Penutup 10 menit

Guru mengadakan refleksi

Guru bertanya kepada siswa-siswi

Apa yang kalian pelajari hari ini?

Ada yang belum dipahami?

Bagaimana poses belajar hari ini?

Media dan sumber belajar

LKS, Buku paket, lingkungan, kertas copy-an.

Evaluasi

1. Teknik penilaian

- Tes tulis

- Persentasi kelompok

2.Bentuk instrument

- Tes uraian

- Kecakapan kelompok dalam mempresentasikan hasil diskusi

3. Soal/ intrumen

1) Jelaskan pengertian tenaga kerja dan kesempatan kerja?

2) Sebutkan permasalahan dasar yang berhubungan dengan tenaga kerja di Indonesia!

3) Sebutkan dampak penganguran terhadap keamanan lingkungan !

4) Apa saja peranan pemerintah dalam permasalahan ketenaga kerjaan?

Senin, 21 Januari 2008

Sejarah SinGKat diNAmai hiJRiah

Tahun Baru Islam 1429 Hijriah

Sejarah Singkat Awal Mulai dinamai Tahun Hijriah

Peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dilatar belakangi oleh tekanan-tekanan kaum kafir Quraisy terhadap Rasulullah. Tekanan yang begitu berat bahkan sampai membahayakan Rasulullah saw dikarenakan banyak kaum kafir Quraisy yang mengikuti jejak Rasulullah untuk menyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan mengakui Muhamad sebagai Rasulullah. Turunlah wahyu dari Allah agar rasulullah saw melakukan hijrah menuju Madinah. Maka ketika tercium oleh kaum kafir Quraisy recana Rasulullah untuk melakukan hijrah, mulaila kaum kafir Quraisy tersebut melakukan penjagaan ketat terhadap diri Rasul dan para pengikutnya. Kebetulan pada malam itu Rasulullah saw berada di rumah sayyidina Ali, sehingga rumah itu dikepung oleh orang-orang kafir Quraisy, tanpa ada celah sedikitpun untuk melarikan diri Untuk dapat menghidari penjagaan ketat dan ancaman dari kaum kafir Quraisy terpaksa rasulullah melakukan hijrah secara diam-diam.

Berkat keberanian dan kecerdikan Rasulullah akhirnya beliaupun mampu meloloskan diri dari kepungan tersebut dan terus menuju ke goa Tsur untuk dapat bertemu denngan Abu Bakar dan sekaligus bersembunyi di sana. Demikian lah sekilas kisah hijrahnya Nabi, dimana mulai saaat itu Islam mulai berkembang dan berjaya ke seantero Zajirah Arab. Karena itulah peristiwahijrah Rasul inilah sayyidina Umar Ibn Khattab sebagai permulaan tahun Islam, yang berdasarkan prakiran bulan dimulai dengan bulan Muharan yang artinya bulan yang mulia bulan yang terpuji.

Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1429 H

Jarak yang berdekatan antara perayaan tahun baru Masehi dan tahun baru hijriah memberikan gambaram yang sangat jelas, dimana umat muslim Indonesia yang jumlahnya melebihi dari 80% dari keselurahan penganut agama di Indonesia sangat mempersiapkan segala keperluan untuk menyambut tahun baru tersebut. Bahkan ketika perayaannya yaitu tepat 1 Januari 2008 kebanyakan masyarakat Idonesia termasuk umat Islam sangat antusias menghadiri perayaan pergatian tahun yang di pusatkan di silang monas, walaupun hujan pada saat menguyur ibu kota.

Tetapi sebaliknya, saat pergantian tahun baru Hijriah dimana ini merupakan tonggak sejarah kemajuan Islam yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat, sedikit sekali kita merayakan pergantian tahun tersebut, hal ini dibuktikan dengan sangat sepinya sangat pergatian tahun baru Hijriah berbeda dengan pergatian tahun Masehi yang diersiapkan dengan sedemikian rupa.

Ini merupakan tanggung jawab kita sebagai umat muslim untuk lebih mensosialisasikan tahun baru Hijriah karena ini merupakan dari identitas kemusliman kita oleh karena itu ada bebrapa factor untuk dapat mewujudkan hal tersebut diantaranya:

Ø Membiasakan penggunaan penangalan dengan tanggal Hijriah

Ø Mengajarkan tentang tahun baru Hijriah sejak dini kepada generasi Islam

Ø Merayakan pergantian tahun baru Hijriah dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat

Senin, 05 November 2007

Syarat Evaluator dan Perbedaan Evaluasi Internal dan Eksternal

1. Persyaratan untuk menjadi seorang evaluator:

  • Mampu melaksanakan, yaitu bahwa seorang evaluator harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
  • Cermat, yaitu dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dienaluasi.
  • Objektif, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya dan mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
  • Sabar dan tekun, yaitu dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data, danmenyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
  • Hati-hati dan tanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekliruan yang diperbuat, berani menanggung resiiko.
2. Perbedaan evaluator eksternal dan internal:
Evaluator eksternal adalah orang-orang yang tidak terkait dalam kebijakan dan implrmentasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah dilaksanakan.
Evaluator internal adalah petugas enaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang dievaluasi.

Perbedaannya:
Evaluasi eksternal:
  • sulit untuk mengetahui tentang program lebih banyak
  • lebih dapat objektif
  • lebih kritis dan lebih mencari hal-hal atau informasi yang lebih penting
Evaluasi internal:
  • lebih mengetahui tentang program daripada orang lain
  • sulit untuk 100% objektif
  • lebih banyak mengetahui hal-hal yang sifatnya kontekstual

Senin, 22 Oktober 2007

REsenSi

Judul Buku : Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan

Pengarang : Dr Suharsimi Arikunto

Penerbit : Bumi Aksara

Tempat Terbit : Jakarta

Tebal Halaman : 318 Halaman

Evaluasi merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan dengan proses evalausi inilah prestasi belajar siswa dapat diketahui, dan dengan evaluasi ini pula kualitas pendidikan dalam suatu Negara bisa dibandingkan dengan Negara lain.

Evalusi atau penilaian dapat diartikan sebagai proses sistemik untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi sutu program. Dalam penilaian pendidikan tidak hanya setidaknnya perlu memperhatikan ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Di dalam buku ini memuat cara penilaian dari ketiga aspek tersebut dengan bagian- bagian dari ketiga aspek da contoh-contoh yang mudah dipahami sehingga dapat memudahkan para pembaca dan orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan untuk melakukan proses evaluasi. Walaupun buku ini dikarang tidak berdasarkan kurikulum KBK atau KTSP namun di dalamnya terdapat sistem penilaian yang dilaksanakan pada kuirkulum saat ini .seperti pada proses pengolahan nilai, disini disebutkan tiga sksla penilaian yaitu:

  1. Skala bebas artinya guru bebas memberikan nilai tertinggi kepada siswa, ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, lain kali lagi 50. ini tergantung dari nayak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari skala ini tidak sama. Cara pemberian angka yang demikian tidak sah.
  2. Skala 1-10 dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya angka 5,5 dibulatkan menjadi 6. atau pada angka 6,4 pun akan dibulatkan menjadi 6. dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai 6,4 (selisih hamper !) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6 penilaian ini menujunjukan penilaian yang agak kasar.
  3. Skala 1-100 dimingkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat yang dituliskan dengan 55 dan 64.
  4. Skala huruf pemberian nilai yang yang dilakkan dengan huruf A,B,C,D, dan E.

Namun di dalam buku ini sebagian masih mengunakan kallimat atau sub pokok yang sudah tidak digunakan pada sekarangan ini seperti pada kalimat tujuan intruksional khusus yang sekarang ini sudah tidak lagi berlaku.

Selasa, 02 Oktober 2007

Kriteria Penilaian Kelas "Macam-Macam Validitas"

Validitas

Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur (…. a valid measure if it succesfully measure the phenomenon), seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.

Mengingat pentingnya masalah validitas. Maka tidak mengherankan apabila Para Pakar telah banyak berupaya untuk mengkaji masalah validitas serta membagi validitas ke dalam beberapa jenis, terdapat perbedaan pengelompokan jenis-jenis validitas, Elazar Pedhazur menyatakan bahwa validitas yang umum dipakai tripartite classification yakni Content, Criterion dan Construct, sementara Kenneth Bailey mengelompokan tiga jenis utama validitas yaitu : Face validity, Criterion Validity, dan construct validity, dengan catatan face validity cenderung dianggap sama dengan content validity. Berikut ini akan dikemukakan beberapa jenis validitas yaitu :

  1. Validitas Rupa (Face validity). Adalah validitas yang menunjukan apakah alat pengukur/instrumen penelitian dari segi rupanya nampak mengukur apa yang ingin diukur, validitas ini lebih mengacu pada bentuk dan penampilan instrumen. Menurut Djamaludin Ancok validitas rupa amat penting dalam pengukuran kemampuan individu seperti pengukuran kejujuran, kecerdasan, bakat dan keterampilan.
  2. Validitas isi (Content Validity). Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
  3. Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu : Validitas konkuren (Concurrent validity), Validitas ramalan (Predictive validity). Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk konstruk yang sama. Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.
  4. Validitas konstruk (Construct Validity). Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Lebih jauh Jack R. FraenkelI meneyatakan bahwa untuk mendapatkan validitas konstruk ada tiga langkah di dalamnya yaitu :

  • 2.2. Variabel yang akan diukur harus didefinisikan dengan jelas
  • 2.3. Hipotesis, yang mengacu pada teori yang mendasari variabel penelitian harus dapat membedakan orang dengan tingkat gradasi yang berbeda pada situasi tertentu
  • 2.4. Hipotesis tersebut diuji secara logis dan empiris.

Dalam upaya memperoleh validitas konstruk, maka seorang peneliti perlu mencari apa saja yang menjadi suatu kerangka konsep agar dapat menyusun tolok ukur operasional konsep tersebut. Pencarian kerangka konsep menurut Djamaludin Ancok dapat ditempuh beberapa cara :

a. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para akhli yang tertulis dalam buku-buku literatur.

b. Mendefinisikan sendiri konsep yang akan diukur, jika tidak diperoleh dalam buku-buku literatur

c. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden.

Mengingat pentingnya pendefinisian suatu konsep yang ingin diukur, maka seorang peneliti perlu mencermatinya, sebab definisi suatu konsep perlu dikembangkan dari mulai definisi teoritis, definisi empiris, sampai definisi operasional (dapat dipadankan dengan konsep teori, konsep empiris, konsep analitis/operasional, atau dengan konsep, dimensi, dan indikator) pemahaman definisi tersebut dapat dijadikan awal yang strategis untuk penjabaran konsep sampai diperoleh indikator, untuk kemudian disusun item-item yang diperlukan untuk sebuah instrumen penelitian.

Sementara itu Elazar J. Pedhazur mengemukakan tiga pendekatan dalam Validasi konstruk yaitu : 1). Logical analysis; 2). Internal structure analysis; 3). Cross-structure analysis. Analisis logis dalam konteks validasi konstruk dimaksudkan untuk membentuk hipotesis pembanding sebagai alternatif penjelasan berkaitan dengan konstruk/konsep yang akan diukur, hubungan antar konsep dan yang sejenisnya. Dalam pendekatan ini langkah yang diperlukan adalah pendefinisian konstruk/konsep, penentuan kesesuaian isi item dengan indikator, serta penentuan prosedur pengukuran.

Analisis struktur internal merupakan pendekatan kedua dalam validasi konstruk, analisis ini berkaitan dengan validitas indikator dari suatu konsep/konstruk, artinya indikator-indikator yang digunakan bersifat homogin (dalam tingkatan minimum) serta mengukur konsep yang sama (terdapatnya kesesuaian antara indikator-indikator dengan konsepnya).Sementara itu analisis struktur silang berkaitan dengan pengkajian analisis internal dari masing-masing konsep terhubung (yang unobservable) yang dihubungkan pada tataran empirisnya (indikator), sebab pada tataran inilah suatu hipotesis diuji.

2.3.1.1. Perhitungan/pengujian Validitas Instrumen

Apabila langkah-langkah tersebut di atas telah dilakukan, paling tidak langkah penjabaran konsep yang kemudian diikuti dengan penyusunan item-item instrumen, maka perhitungan statistik dapat dilakukan untuk perhitungan/pengujian validitas instrumen pengukuran. Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi internal (sering juga disebut validitas item atau discriminating power/daya diskriminasi item), dalam arti sampai sejauh mana item-item mampu membedakan antara individu yang memiliki dan tidak memiliki sifat dari item pengukuran, hal ini berarti juga bahwa item-item dalam instrumen mengukur aspek yang sama. Dalam hubungan ini langkah yang dilakukan adalah dengan cara mengkorelasikan antara skor tiap item dengan skor total.

Dalam melakukan perhitungan korelasi antara skor item dengan skor total dapat menggunakan rumus korelasi Product moment apabila nilai-nilai skala telah dilakukan konversi menjadi interval (atau secara langsung dianggap interval dengan mengacu pada pendapat bahwa nilai skala dapat diperlakukan sebagai data interval), atau menggunakan rumus korelasi tata jenjang (Rank-Spearman). Untuk memperjelas cara perhitungannya berikut ini akan dikemukakan contoh perhitungan korelasi Product momen (cara perhitungan dengan berbagai variasi dapat dilihat dalam Bab 4) dan korelasi tata jenjang Spearman.

Sebuah instrumen penelitian/pengukuran terdiri dari 10 item dan disebarkan pada 10 orang responden dengan hasil skor seperti dalam tabel 2.2. perhitungan korelasi dilakukan untuk tiap item dari item nomor 1 sampai item no 10, untuk contoh perhitungan akan diambil item no 2